Parinseja

parinseja depanJudul                  : Parinseja
Penulis               : Steve Elu
Penerbit              : Motion Publishing
Tangggal Terbit   : 13 Maret 2015
Jumlah Halaman: x + 108 halaman, BW
Jenis Cover        : Soft Cover
Dimensi (P x L)   : 13,5 X 21 cm
Kategori              : Sastra/puisi

Kata parinseja disemai sebagai judul kumpulan puisi ini  diambil dari cerita dongeng yang penulis terima dari ibu dan neneknya ketika masih kecil. Setiap malam menjelang tidur, ibu atau nenek sering menceritakan cerita-cerita dongeng yang terekam dengan sangat baik dalam ingatan penulis hingga saat ini. Salah satunya ialah dongeng tentang Parinseja. Parinseja adalah sebutan untuk perempuan atau gadis yang memiliki paras cantik dalam budaya ibu di Suku Kase Metan di NTT.

Secara ringkas, dongeng Parinseja adalah cerita tentang seorang puteri cantik yang kelahirannya tidak diterima oleh sang ayah. Sebab, ketika istrinya mengandung, yang ia harapkan saat lahir nanti adalah anak laki-laki. Tapi impiannya itu meleset. Yang lahir adalah perempuan, yakni Parinseja. Karena sang ayah tidak mengizinkan Parinseja tinggal di rumah, maka ibunya menaikkan Parinseja ke atas pohon kapuk yang ada di depan rumah. Itulah tempat tinggal Parinseja sehari-hari. Setiap pagi atau sore, saat ayahnya tidak berada di rumah, barulah ibunya memanggil Parinseja turun dari pohon itu untuk makan dan minum. Dan, perbincangan sang ibu dan Parinseja selalu dalam bentuk lagu.

Dalam Lipatan Kain

Dalam Lipatan Kain_depan_ok

Judul                  : Dalam Lipatan Kain
Penulis               : Esha Tegar Putra
Penerbit              : Motion Publishing
Tangggal Terbit   : 13 Maret 2014
Jumlah Halaman: xiv + 132 halaman, BW
Jenis Cover        : Soft Cover
Dimensi (P x L)   : 13,5 X 21 cm
Kategori              : Sastra/puisi

Lahir, tumbuh dan besar, di negeri dimana kata-kata mengambil peranan penting dalam segala lini kehidupan membuat saya harus berpandai-pandai dalam memilah pengucapan pada orang dan harus lihai lagi sigap memaknai ucapan orang. Setiap kata dikeluarkan dan diterima mesti dengan kesepadanan pikiran dan perasaan.

Perihal tersebut tidak pernah diajarkan dimanapun oleh siapapun. Sebab kosakata dalam kitab bahasa ibu saya, berikut kaidah pengikat penggunaannya, akan muncul dan terserap dengan sendirinya seiring pergaulan dalam masyarakat. Teramat mustahil seseorang di negeri saya pandai berkata lihai memaknai kata tanpa masuk ke lingkaran pergaulan masyarakat yang merupakan leksikon bergerak.

Dalam lingkaran itulah orang-orang mencipta kalimat mujarab bin ajaib, hasil tatanan ulang pembongkaran kosakata dari kitab bahasa segala mungkin. Mereka menata, mengulas-jahit, menambal-sulam, memadu-padu, bahkan jikalau perlu mempelintir kata hingga makna sebuah kata harus rela terlempar untuk kemudian dimasuki oleh makna lain. Proses menata kata-kata tersebut terjadi terjadi dimana saja, kapan saja, dan dalam situasi apa saja.

Roman Semesta dan Segala yang Dituliskannya

Menulis itu berbagi. Berbagi rasa, berbagi sapa, dan berbagi cerita.

 “Roman Semesta” berbicara tentang dunia yang melingkupi kita. Dunia yang khas. Dunia yang menampung ragam kisah dengan semua unsur adalah tokohnya. Ada waktu kita tidak tahu benar peran kita sebagai tokoh yang menyusun kisah-kisah tersebut. Atau barangkali lupa. Ketidaktahuan dan kelupaan inilah yang sering menggoyangkan keseimbangan semesta. Maka terbit perang, penjajahan, penghancuran, pengrusakan, penghianatan, dan segala yang menimbulkan resah.

“Roman Semesta” di sini tidak juga pada posisi ingin memberantas ketidaktahuan dan kelupaan tadi. Sebagaimana takdir sebuah puisi, “Roman Semesta” adalah cermin tempat kita dapat melihat diri sendiri dan segala yang berkelindan di sekitar. Adalah juga kristalisasi dari keinginan penulis untuk berbagi rasa, sapa, dan cerita. Maka di dalamnya banyak unsur yang diberi kesempatan untuk bicara. Ada banyak tokoh di luar semesta diri sendiri yang perlu kita kenal, perlu kita sapa, dan bahkan mungkin perlu kita bersatu dengannya.

Seperti pula takdir sebuah roman, sehimpun puisi ini tentu tak lepas dari eksistensi cinta dan segala yang menyertainya. Semua ditulis dalam kerangka refleksi. Kita mencerminkan semesta, dan semesta mencerminkan kita. Begitulah kira-kira. Kita hanya perlu percaya, puisi akan bekerja dengan caranya sendiri.

Fitrawan

Judul                     : Roman Semesta
ISBN                     : 978-602-70054-1-9
Penulis                 : Fitrawan Umar
Penerbit                : Motion Publishing
Cetakan Pertama : April 2014
Jumlah Halaman  : viii + 84 halaman, BW
Jenis Cover          : Soft Cover
Dimensi (P x L)    : 145 X 210 mm
Kategori                : Sastra/puisi
Harga                   : Rp. 48.000 (bonus CD mini album SeLsA)

Fitrawan Umar kelahiran Pinrang Sulawesi Selatan, 27 Desember 1989. Beberapa karyanya esay, cerpen, dan puisi pernah dimuat di sejumlah media cetak dan antologi: Sepotong Coklat dan Cerita-Cerita yang Lain (2012); Merentang Pelukan (2012); Dunia di Dalam Mata (2013); Wasiat Cinta Penyair Makassar (2013); Trough Darkness To Light (2013); Journal The Indonesian Literary Quarterly (2014).

Terpilih sebagai penulis undangan Ubud Writers and Readers Festival 2013. Sekarang ini aktif mengelola Majalah Sastra Salo Saddang-komunitas penulis Pinrang dan sedang menyusun tesis program pascasarjana ilmu lingkungan Universitas Gajah Mada.

RESENSI:

1. Roman Semesta: Mengungkap Syair, Rasa, dan Semesta Fitrawan Umar oleh Aida Radar

2. Roman Semesta: Sosio Ekologis Dalam Satra oleh M. Nursam (Harian Fajar, 10 Agustus 2014)

Pelesir Mimpi di Ujung Tahun

Perangai langit bulan Desember, seringkali mendung dan hujan. Begitu pun cuaca pada Rabu malam, 11 Desember 2013 di Yogya. Meskipun demikian, tidak menyurutkan orang-orang datang ke acara “Pelesir Mimpi” di Awor Coffee & Galery, Yap Square, Terban. Lebih istimewa dari acara “Pelesir Mimpi” sebelumnya di Jakarta, Semarang, Solo, dan Surabaya, kali ini perayaan terbitnya buku puisi Adimas Immanuel tidak hanya diisi pembacaan puisi dan musik saja, juga digelar pameran karya foto dan ilustrasi yang terinspirasi dari puisi-puisi Adimas Immanuel.

mimin cantikDipandu MC Adis dan Allan Bona, acara dimulai dengan mengheningkan cipta untuk Sondang Hutagalung, mahasiswa yang meninggal membakar diri di depan Istana Merdeka sebagai bentuk protes atas penguasa pada 7 Desember 2012. Kejadian yang juga diabadikan Adimas dalam puisi berjudul “Nyala Nyali”. Dilanjutkan dengan sambutan oleh rekan Adimas Immanuel yang datang dari Bali, Putu Aditya Nugraha, dan pemotongan pita oleh perwakilan Katabergerak, Reni S. Umbara. Ruangan Awor Coffee & Galery yang semula gelap mulai terang, menampilkan karya tiga fotografer: Agung Prastyo Sangamatir, Ganang Anggara, Ubay Adi Kuntoro dan illustrator Della Yulia Paramita.

suasana pengunjungmimpi

lima puisi dan lukisan dellapemabuk_gng anggara_aworKetiga fotografer menampilkan gaya masing-masing yang berbeda. Agung Prastyo dengan foto-foto candid memotret kaum marjinal sebagai alih wahana puisi Adimas yang berjudul “Becak”, “Surga Si Karmin”, dan “Nasi”. Foto-foto yang artistik cantik dibuat oleh Ganang Anggara untuk puisi “Pelesir Mimpi”, “Angkuh Bulan”, “Pemabuk” dan “Aku Biarkan Kau Menebak Apa Maksudnya”. Sedangkan Ubay Adi Kuntoro merekam gestur model untuk puisi berjudul “Kartini di Mata Pelacur” dan “Bangkai Arloji”

kartiniDi tengah-tengah banyaknya pengunjung yang menikmati karya-karya yang terpajang di dinding Awor Gallery, Adimas dan rekan-rekannya dari Solo: Padmo, Ndik, Adot, dan Raymond memberi kejutan aksi teatrikal.

perform dadakan maafbercanda dkkSeperti pada acara peluncuran buku-buku Katabergerak sebelumnya, selalu ada musikalisasi yang tercipta dari puisi-puisi yang diterbitkan. Duo “Jungkat Jungkit” Adis dan Said menghangatkan suasana dengan beberapa lagu berirama rock blues dan musikalisasi yang mereka ciptakan dari dua puisi Adimas “Jungkat-Jungkit” dan “Kuku”. Bagustian Iskandar juga membawakan musikalisasi puisi “Kinanthi” dan Putu Aditya Nugraha mencipta musikalisasi untuk puisi “Insang”.

bara baca puisi Bagustian jugkat jungkit aditPara pengunjung juga bergantian ikut membaca puisi dari buku Pelesir Mimpi. Di ujung acara ada diskusi tentang proses kreatif buku tersebut.

dimas

[BUKU PUISI] 3,5 Luapan Cinta di Air Tenang

Ini kumpulan syair tentang luapan cinta dan rindu. Rindu menghantarkan seseorang pada ketiadaan; pada pupusnya diri dalam ketenangan menanti di balik kabut. Saat luapan rindu membanjiri kerontang hati, jiwa justru pupus. Karena jika ada rindu, aku tak lagi ada. Yang ada hanya kesatuan bersama-Nya. Di sini letak ketenangan yang justru terjaga oleh luapan rindu. Bukankah hanya kepada-Nya sesungguhnya segala  kerinduan berakhir? Namun kerinduan tak memiliki akhir. Ia adalah rindu-rindu yang terus merindu.

depan

Selain memuat syair-syair karya Peggy Melati Sukma, ada 24 syair balasan dari para pesohor dengan latar profesi beragam. Prolog oleh Ismail Fajrie Alatas dan melampirkan surat dari Remy Sylado. Halaman isi dipercantik ilustrasi dan foto berwarna.

Judul                     : 3,5 Luapan Cinta di Air Tenang
ISBN                     : 978-602-95360-9-6
Penulis                 : Peggy Melati Sukma
Penerbit                : Motion Publishing
Tangggal Terbit    : 1 Desember 2013
Jumlah Halaman  : xx + 320 halaman, BW, color.
Jenis Cover          : Soft Cover
Dimensi (P x L)    : 210 X 148 mm
Kategori                : Sastra/kumpulan puisi
Harga                   : Rp. 85.000
Harga via online   : Rp. 75.000

Buku bisa dipesan melalui: SMS 088801136004;e-mail katabergerak@gmail.com; atau twitter, follow dan mention @katabergerak, selanjutnya info melalui dm.

Pelesir Mimpi, Meriah di Jakarta Menyusul di Solo

“Ini merupakan pengalaman pertama saya membaca puisi,” kata Andee vokalis Antique Band selepas menyanyikan lagu  “Satu Bintang”. Lantas Andee yang juga  7 besar finalis Indonesian Idol angkatan 2008 membacakan  “Jika Cinta Beralih dari Kita”. Lagu serta puisi itu mengawali sebuah peluncuran buku puisi Pelesir Mimpi karya Adimas Imannuel di Tokove Kemang 10 Oktober lalu.

antique puisi

Kemeriahan disusul oleh kolaborasi dari Tika, Anest, dan Tiara. Salah satu lagu dari Frau dilantunkan Tika dengan suara khasnya diiringi gitar oleh Anest, lantas Tiara mendeklamasikan “Penyair di Atas Segala Penyair”. Pembacaan puisi tanpa teks ini mendapat aplause dari tak kurang tujuhpuluhan pengunjung di bawah serta di atas balkon Tokove.

tiara tike

Alih wahana dari puisi ke sebuah lagu atau apa yang disebut sebagai musikalisasi puisi tentu bukan hal mudah apalagi misalnya bagi yang biasa membuat notasi lagu terlebih dulu baru menuliskan lirik. Tapi nampaknya tidak demikian dengan Disa Tannos karena tidak lebih dari seminggu dia bisa melahirkan puisi Tuak menjadi musikalisasi yang manis. Dan di peluncuran puisi ini Disa memainkan gitarnya sendiri.

disa 1

“Dalam menerbitkan buku, Katabergerak tidak pernah serampangan memilih para penulisnya. Kami biasanya memantau karya-karya penulis itu terlebih dulu. Untuk menerbitkan buku puisi dari penulis baru misalnya, ceracau penulis di social media tidak menjadi patokan, akan tetapi paling tidak dari tulisaan-tulisan mereka di blog kita bisa membacanya. Ya, kami memang blog walker. Naskah yang kami terima lantas melalui proses kurasi yang sangat ketat, setelah itu baru proses selanjutnya” demikian penjelasan Diki Umbara ketika ditanya Andi Gunawan yang memandu acara peluncuran buku. “Buku puisi ini saya persembahkan terutama untuk ayah dan ibu saya” tutur Adimas. Ada 11 puisi yang didekasikan Adimas untuk kedua orang tuanya, dan kesebelas puisi itu terdapat di bab pertama buku antolologi tunggal Pelesir Mimpi.

crowd1

ilham aji zia ema anji

Tiga perempuan berturut-turut membacakan puisi yakni Ivonny Maria Dasilva, Rahne Putri, dan Ruth Dian Kurniasari. Suara biola mengalun dari balkon yang dimainkan Adimas lantas Ruth membaca puisi “Pelayaran Baka“. Entah khidmat atau mungkin karena grogi, suara Ruth yang parau dan seperti menahan tangis membuat suasana peluncuran menjadi hening. Selalu ada yang tidak diduga, di hampir penghujung acara Andi meminta pengunjung untuk membaca puisi. Lantas terpilihlah empat orang yang hadir yakni Ilham Aji, Ema Rachmawati, Jia Effendie, dan Erdian Aji. Masing-masing membacakan secara pararel.

ruth2

rahne3

Di ujung acara ada pembacaan puisi oleh Ipank dan acara ditutup oleh pembacaan puisi oleh penulis sendiri Adimas Imanuel. Dengan musik latar langgam Jawa, Adimas mampu menyihir pengunjung ikut berpelesir dalam mimpi. Mimpi yang bukan hanya dimiliki oleh sang penulis.

dimas2

diki dimasbukubukuSelain di Jakarta, Pelesir Mimpi telah menjadi pembahasan di Malam Puisi Semarang juga akan dirayakan di Solo.

foto: Suryo

Tripitakata, Tiga Kumpulan Buku Puisi Sitok Srengenge

tripitakata

TRIPITAKATA, buku puisi karya Sitok Srengenge ini terdiri atas tiga kumpulan puisi hard cover, satu boks eksklusif, dan sebuah notes. Tiap buku dilengkapi dua telaah kritis yang sangat berguna sebagai panduan atau bandingan pemahaman tentang puisi-puisi di dalamnya.

Harga paket Rp.250 ribu. Pemesanan melalui akun twitter @katabergerak email katabergerak@gmail.com
atau sms ke nomor 088801136004

Sitok
Sitok Srengenge, penyair yang juga menulis novel dan esai. Bukunya yang telah terbit antara lain: antologi puisi Persetubuhan Liar, Kelenjar Bekisar Jantan, Amak Jadah, Nonsens, dan On Nothing; novel Menggarami Burung Terbang, dan Trilogi Kutil (terbit bersambung di harian Suara Merdeka); dab kumpulan esai Cinta di Negeri Seribu Satu Tiran Kecil.

Puisi-puisinya kerap digubah menjadi komposisi musik dan lagu dalam beberapa genre, di antaranya: Sun (album komposisi musik kontemporer Piet Hein, Belanda), Singing Srengenge (album jazz Jan Cornall, Australia), Gedich Gezongen (album jazz Denise Jannah, Belnda-Suriname), Keroncong Tenggara dan Komposisi Delapan Cinta (artsong Dian HP dan Ubiet), dan Semesta Cinta (artsong Dian HP)

ALumni International Writing Program, University of Iowa, USA (2001) dan International Writing Workshop, Hong Kong Baptist University, Hong Kong (2005) ini telah mengikuti berbagai festival sastra internasional. Pada tahun 2000 ia dinobatkan majalah Asiaweek sebagai Leader for the Millenium. Ia menerima Sih Award (puisi terbaik, 2002) dan Anugerah Pusat Bahasa dan Kementerian Departemen Pendidikan Nasional (buku puisi terbaik, 2006).

Sambil mengelola Penerbit KataKita dan Senthong Seni Srengnge di Yogyakarta; ia bekerja sebagai kurator di Komunitas Salihara, Jakarta.